Hingga Februari 2018 Sudah 700 Mama Muda Berstatus “JANDA” Di Kalimantan Tengah

Kalimantan Tengah – Hingga Februari 2018 sudah sekitar 700 Mama Muda yang menyandang status Janda di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah. Pasalnya sekitar 1.000 perkara perceraian yang ditangani dan 843 perkara sudah diputus.

Tentunya tak ada satupun wanita yang ingin hidup sebagai janda. Akan tetapi karena alasan tertentu, mereka terpaksa menyandang gelar baru setelah melalui beberapa rentetan sidang dalam perkara perceraian tersebut.

Rata-rata kasus perceraian yang masuk kepengadilan disebabkan oleh masalah ekonomi. Namun belakangan ini sama sama kita kertahui bahwa banyaknya kasus perselingkuhan baik itu yang dilakukan oleh sang suami maupun dilakukan oleh sang isitri, miris sekali bukan.

Padahal sejak awal pernikahan, kedua pasangan sudah sama sama berjanji akan hidup rukun dan selalu setia dalam keadaan apapun. Kita dapat melihat banyaknya kasus yang sering menjadi berita viral seperti video Pelakor” yang beredar di media sosial seperti Facebook.

Kembali pada judul artikel kita, tentang Mama Muda yang berstatus janda di Kalimantan Tengah, dari sekitar 843 perkara yang sudah putus, 700 diantaranya merupakan warga Kabupaten Kotawaringin Barat, sementara sisanya merupakan warga dari kabupaten tetangga seperti Lamandau dan Sukamara.

“Jadi pada 2018 ini sudah ada 700 warga Kobar yang berstatus janda atau duda,” ujar Humas Pengadilan Agama, Pangkalan Bun, Ahmad Zuhri.

Ratusan janda dan duda tersebut rata-rata berusia antara 20 tahun hingga 40 tahun, bahkan masih ada yang berusia sekitar 18 tahun saat diputus cerai. Rata-rata berusia antara 20 tahun hingga 40 tahun, bahkan masih ada yang berusia sekitar 18 tahun saat diputus cerai.

Ahmad Zuhri menjelaskan, dalam perkara perceraian yang ditangani, ada dua kategori yakni perceraian yang diajukan oleh istri (cerai gugat) dan perceraian yang diajukan oleh suami (cerai talak) secara umum baik cerai gugat maupun talak.

Zuhri mengatakan, faktor ekonomi menempati peringkat pertama alasan terjadi perceraian, kemudian disusul oleh faktor penelantaran atau ditinggal pergi suaminya dan faktor perselingkuhan.

“Kalau pada 2017 faktor yang paling dominan adalah masalah ekonomi,” ungkapnya.

Untuk menekan angka perceraian, berbagai upaya sudah dilakukan diantaranya melalui Kementerian Agama Kotawaringin Barat dengan program BP4. Ia berharap masyarakat ketika ada persoalan rumah tangga baik keluarga, maupun para tokoh dapat memberikan pencerahan terhadap para pasangan akan melakukan perceraian.

“Kita harapkan agar orangtua, keluarga dan tokoh masyarakat dapat berperan dalam memberikan pencerahan kepada pasangan yang akan mengajukan gugatan cerai atau gugat talak,” pungkasnya.

Sumber Referensi : news.okezone.com

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *